Jumat, 20 Desember 2013

What is the difference between Religious and Spiritual ?



Perbedaan antara religIus dan spiritual sangat tipis, dan terkadang sulit membedakan keduanya. Sepintas memang sama, tetapi jika dikaji ulang keduanya jelas berbeda. Dalam kamus Bahasa Inggris-Indonesia Jhon M. Ecols dan Hasan Sadily, keduanya memang sama dalam bentuk katanya, yaitu sama-sama kata sifat. Namun, secara arti religius ( religious ), berarti yang berhubungan dengan agama, beragama, beriman, keimanan. Sedangkan, spiritual ( spiritual ), berarti bathin, rohani.
Jika merujuk pada Danah Zohar dan Ian Marshall, dalam buku Landasan Bimbingan dan Konseling ( Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihasan ) mengemukakan bahwa spiritual dan religius tidak ada hubungannya. Namun, hal yang demikian hanya bersifat sekuler, dalam arti hanya sebatas hubungan antar manusia dan terlepas dari nilai-nilai agama. Religius dapat kita katakan bersifat eksternal, karena yang namanya beriman atau beragama berarti mentaati seperangkat aturan dan keyakinan yang datangnya dari luar diri. Sedangkan spiritual bersifat internal, karena spiritual ini mengarah kepada masing-masing individu yang bersumber dari hati yang paling dalam.
Namun, bagaimana dengan perspektif islam, menanggapi perbedaan antara spiritual dan religius ? 
Maka jawabannya, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling terkorelasi yaitu dalam “ keimanan ”. Spiritual dalam perspektif islam adalah yang berhubungan dengan ruh, semangat atau jiwa, religius, atau yang berhubungan dengan agama, keimanan, keshalehan, dan menyangkut nilai-nilai transendental. Sedangkan religius mengandung arti beragama, beriman, keimanan.
Kemudian apakah perbedaan antara keduanya ?
Dalam islam, kita diberi fitrah ( potensi ), dan salah satu potensi yang Allah berikan kepada manusia adalah potensi spiritual yang tidak terlepas dari nilai-nilai agama ( religious ). Spiritual inilah yang dianugrahkan kepada setiap individu karena dalam hal ini spiritual berasal dari dalam individu dan masing-masing memilikinya. Lain halnya dengan religius, memang benar terkorelasi dengan keimanan, tapi jika religius atau beriman atau beragama bersifat eksternal. Karena orang yang beragama, atau orang yang beriman berarti dia mentaati semua aturan-aturan dan keyakinan yang datang dari luar diri. Sedangkan spiritual bersifat internal yang datangnya dari dalam hati yang setiap orang memilikinya.
Kita mungkin pernah mendengar istilah orang yang cerdas spiritualnya belum tentu dia beriman. Misalnya seorang atheis yang tidak bertuhan tetapi kecerdasan spiritualnya tinggi. Berarti secara tidak langsung ada pemisahan antara religius dengan spiritual yang datangnya dari dalam hati. Tidak demikian dengan perspektif islam. Seharusnya orang yang beriman tingkat kecerdasan spiritualnya pun juga tinggi. Mengapa demikian karena dalam pandangan ini agama mengajarkan nilai-nilai luhur yang mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan. Khususnya islam, atau orang-orang muslim yang benar-benar beriman kepada Allah, maka kualitas spiritualnya merupakan dampak atau perwujudan dari keimanan tersebut. Sehingga dapatlah kita katakan bahwa orang yang beriman, spiritualnyapun sudah pasti bernilai tinggi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, religius dan spiritual berkait erat dan terkorelasi dalam keimanan. Keduannya berupa sifat, yang sebenarnya merupakan potensi yang Allah berikan kepada manusia dengan sebuah perwujudan, yaitu keimanan. jika religius bersifat eksternal, maka spiritual bersifat internal. Namun, keduanya tidak terpisah, karena keduanya integral.

How about SABAR ?
Sabar atau dalam bahasa inggris patient, merupakan sifat. Yang dalam perspektif tasawuf sabar adalah suatu bentuk karakter diri pribadi yang mendukung pelaksanaan itba’assunnah. itba’assunnah ini diibaratkan sebagai air dan diibaratkan sebagai suhu dibalik air tersebut jika suhunya rendah air akan membeku dan jika suhunya meningkat maka air itu akan mencair dan pada saat suhu airnya meninggi dapat mendidih.
Sabar dapat diartikan sebagai tahan uji secara mental untuk mendidik diri agar selalu jihadunnafs sehingga nafs menjadi patuh dan tunduk dan dijadikan tunggangan untuk mendekat kepada Allah. Dari segi pembentukan watak sabar, orang yang sabar itu ada tiga macam, yaitu :
a.       Mutashshobbir, yaitu orang yang berikhtiar menjadi sabar.
b.      Shabir, ialah orang yang sabar dalam menghadapi ujian, cobaan, penderitaan dan lain sebagainya.
c.       Shabur, orang yang telah sungguh-sungguh sabar dan konsisten atau istiqomah dan bisa membimbing orang lain menjadi sabar.
Sabar juga dapat diartikan menahan diri dan membawanya kepada yang dituntunkan syara’ akal serta menghindarkannya dari  apa yang dibenci oleh keduanya. Jadi sabar adlah suatu kekuatan jiwa, daya positif yang mendorong jiwa untuk menunaikan kewajiban dan suatu kekuatan ( daya ) preventif yang menghalangi seseorang untuk melakukan kejahatan.
            Imam alghazali mengatakan bahwa sabar adalah tetap tegaknya dorongan agama berhadapan dengan dorongan agama adalah hidayang Allah kepada manusia untuk mengenali-Nya, rasul-Nya serta mengetahui and mengamalkan ajaran-Nya dan kemaslahatan yang bertalian dengan akibat-Nya. Sabar dalam pandangan al-ghazali ada dua jenis, yaitu :
1.      As-shabar an-nafs, yaitu sebagai kesabaran jiwa, pengekangan tuntutan nafsu dan amarah.
2.      As-shabar al-badani, yaitu menahan terhadap penyakit fisik.
Sabar merupakan kunci kebahagiaan dan menjamin tercapainya tujuan. Dengan sabar maka buah-buahan menjadi terasa manis, dengan sabar si musafir mampu menjelajah padang pasir yang tidak tampak batasnya, dan untuk menjelajahi jalan setapak melalui hutan belantara yang bergunung-gunung dan berlembah-lembah yang berbatu-batu dan penuh tantangan.
            Lalu apa hubungannya sabar dengan kerja psikologi ?. sabar merupakan salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang konselor ketika menjalankan tugasnya. Sabar dalam meneima dan mendengarkan keluhan klien karena terkadang konselor atau terapis dihadapkan pada sikap klien yang tidak dapat diterima oleh akal fikiran atau pandangan mata kasar. Sehingga kesabaran dalam kerja psikologi adalah kesabaran dalam hal :
a.       Mendengarkan keluhan dan perasaan yg tidak nyaman dari individu
b.      Proses melakukan terapi baik berupa konseling atau psikoterapi terhadap gangguan kejiwaan yang lebih berat,
c.       Bersikap mulia, bahwa apa yang sedang dilakukan merupakan ibadah dan semata-mata hanya untuk menjalankan perintah Allah.
d.      Menghadapi cobaan, tingkah laku atau sikap dari individu atau klien yang kadang-kadang dapat menyinggung atau menyakitkan hati dan perasaan konselor dan terapis.

1 komentar:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.com

    BalasHapus